Sabtu, 24 Oktober 2015

Asap

Entah sudah berapa lama kami tak melihat matahari.
Yang jelas sudah lama, bahkan sampai kami lupa seperti apa cahaya matahari
Entah sudah berapa lama kami tak pernah melihat langit biru.
Yang jelas sudah sangat lama, bahkan kami ragu masihkah langit berwarna biru?

Sebab, kemanapun kami memandang hanya terlihat kegelapan
Gelap yang menyelimuti tak lagi menentramkan sebagaimana malam
Gelap yang kami rasakan adalah kepedihan mata dan keperihan hati.
Asap telah menyelimuti negeri ini, begitulah yang tersiar di surat kabar dan televisi
Tapi, kami tak pernah percaya pada surat kabar dan televisi.

Entah,apakah kami masih harus percaya pada jam dinding
Sebab, kemanapun jarum melangkah tak pernah ada perubahan--tetap saja gelap.
Persis seperti pemerintahan yang hanya bual janji tapi tak pernah ada perubahan.

Mereka bilang ini bencana.
Kenyataannya ini adalah rencana.

Seperti pepatah:
Tak ada asap kalau tak ada api
Tak ada api kalau tak ada yang membakar
Tak ada yang membakar kalau tak ada oknum
Tak ada oknum kalau masih ada hukum

Asap bukan hanya menyembunyikan tanah kami
Tapi juga menyembunyikan keborokan penguasa dan pengusaha
Asap bukan hanya menyelimuti tanah kami
Tapi juga menyelimuti para penegak hukum yang tertidur pulas
Asap bukan hanya menumbuhkan solidaritas diantara sesama
Tapi juga menumbuhkan sawit-sawit sesudahnya

Mereka bukan hanya membakar hutan-hutan
Tapi mereka juga menyulut kemarahan

Sebelum kami benar-benar mati karena asap
Semoga Tuhan masih menyisakan ampunan kepada kita semua

Biarkan doa-doa menembus langit menyingkirkan asap meski terbatuk-batuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar