Jumat, 19 Januari 2018

Saat orang yang kita cintai masih sempat menyebut nama kita ditarikan nafas terakhirnya.
Adakah kisah cinta yang lebih syahdu dari itu?

Saat orang yang kita cintai masih mengingat dan merindukan kita bahkan saat nyawanya telah berada dikerongkongan.
Adakah kisah cinta yang lebih sendu dari itu?

Saat orang yang kita cintai rela menanggung sakit dan derita hanya agar kita tak merasakan sakit setelah dia tiada.
Adakah kisah cinta yang lebih mengharukan dari itu?

Rabu, 27 Januari 2016

Bayang-Bayang Penyesalan

Rasanya, sudah terlalu lama aku tidak pernah lagi mengeja Alif Ba Ta
Meski dengan terbata-bata
Lalu, apakah yang kan kubanggakan saat esok menutup mata?

Rasanya, sudah terlalu lama aku tidak lagi meniti ayat demi ayat dibalik surat-surat
Meski tak terlalu mengerti apa yang sesungguhnya tersirat
Lalu, apakah yang kan menemaniku saat nyawa terlepas dari kandungan hayat?

Rasanya, sudah terlalu lama air mata ini tak pernah jatuh menangisi dosa-dosa
Bahkan hanya tawa yang mendendangkan dosa-dosa

Aku telah lupa, kapan terakhir hati  ini khusu
Merajuk, merayu,
Dia Yang Maha Cinta
Dia Yang Maha Kasih
Dia Yang Maha Penyayang

Berbahagialah orang yang selalu taat
Berbahagialah orang yang berpuasa
Berbahagialah orang yang shalat malam
Berbahagialah orang yang melantunkan ayat-ayat suci
Berbahagialah orang yang matanya selalu basah sebab menangisi dosa-dosa

Oh, Tuhan
Celakalah diri ini

Jika Engkau hanya mengasihi orang yang taat
Lalu, siapa yang akan mengasihi diri ini yang selalu durhaka?
Jika Engkau hanya hanya mengasihi orang yang berpuasa
Lalu siapa yang akan mengasihi diri ini yang sering membangkang perintahMu?
Jika Engkau hanya mengasihi orang yang shalat malam
Lalu, siapa yang akan mengasihi diri ini yang selalu lalai?
Jika Engkau hanya mengasihi orang yang selalu melantunkan kalamMu
Lalu, siapa yang akan mengasihi diri ini yang tak pernah menyentuh kalam suciMu?
Jika Engkau hanya mengasihi orang-orang yang selalu mengingat dosa-dosanya
Lalu, siapa yang akan mengasihi diri ini yang selalu menipuMu dengan taubat palsu kami?

Oh, Tuhan.
Celakalah diri ini
Andai Tuhanku bukan Yang Maha Penyayang
Andai Tuhanku bukan Yang Maha Pengampun
Yang ampunannya selalu datang sebelum murkanya

Ada desir angin kerinduan
Pada masa yang silam
Saat diri yang polos

Belajar mengeja Alif Ba Ta
Belajar mengaji nun mati

Ternyata, langkah ini sudah terlalu jauh dari jalan yang lurus
Ternyata, perahu ini sudah terlampau jauh dari tepian Kemurahan dan RahmatMu
Ternyata, aku merindukan cahaya itu
Cahaya yang kan menuntunku padaMu

Selasa, 26 Januari 2016

Seharusnya

Seharusnya...
Aku tak merisaukan sunyi yang menggerayangi malam
Saat matahari tumbang di ufuk pembaringan
Sebab, aku telah terbiasa bersahabat dengan sunyi
Bukankah hatiku juga telah menjadi sunyi saat menatap punggungmu terakhir kali?

Seharusnya...
Aku tak merasakan sepi yang merayapi gelap
Saat derik suara jangkrik mengantarkan bulan pada singgasananya
Sebab, aku telah lama berteman sepi
Bahkan sejak terakhir aku melihat senyum di bibirmu

Seharusnya...
Aku tidak meracau seperti ini
Aku tidak harus mengigau mengharapkan kau kembali pada hatiku

Seharusnya...
Aku memahami bahwa dirimu hanyalah bagian masa laluku yang bisu
Yang hanya sesekali saja bisa ku pandang di dinding hati
Dalam bingkai kenangan

Seharusnya...
Aku telah mampu melupakanmu
Yang juga telah melupakanku
Tapi, aku selalu berpura-pura tak mampu melupakanmu
Hanya agar engkau tahu bahwa sebenarnya aku belum mampu melupakanmu

Seharusnya...
Kenangan yang terjalin diantara kita
Kau bawa juga pergi bersama langkahmu
Agar aku tak tersiksa
Merindui dirimu yang tak merinduiku

Seharusnya...
Puisi ini pun tak harus tercipta
Sebab hanya akan mengorek kembali luka di kedalaman hatiku

Senin, 25 Januari 2016

Ini Hanya Tentang Kenangan

Hujan pertama telah turun
Menyirami wajah bumi yang kerontang
Membasahi ladang ladang yang gersang
Juga membasuh dahaga kerinduanku padamu

Hujan pertama telah tumpah
Menusuk-nusuk dedaunan
Menikam bebatuan
Juga membasuh luka yang belum sempat mengering

Sayang, dimanakah kau kini?
Apakah engkau merasakan apa yang aku rasakan saat hujan pertama turun?

Ini bukan sajak tentang hujan,
Melainkan rintih kerinduan

Adakah engkau telah melupakan
Kebersamaan yang pernah kita rasakan

Di pojok sebuah ruangan
Di hujan pertama beberapa tahun silam

Kita pernah sama-sama menikmatinya
Kita pernah sama-sama merayakannya
Kita pernah sama-sama meresapinya

Di hujan pertama beberapa tahun silam
Dibawah temaram lampu-lampu

Kita pernah berbagi kenikmatan
Mencari surga kita berdua
Hanya berdua

Kita pernah merayakan cinta kita
Bergumul dengan peluh kita yang menyatu
Hanya berdua

Kita pernah meresapinya
Saat raga kita seolah menyatu
Hanya berdua

Masihkah kau ingat itu, sayang?

Pada hujan pertama beberapa tahun silam

Aku sudah lupa dengan suara hujan malam itu
Tapi, aku masih ingat desah nafasmu
Aku masih hafal eranganmu

Ini bukan sajak tentang hujan
Ini hanyalah tentang kenangan
Yang selalu kurindukan terulang

Minggu, 06 Desember 2015

Lilin Yang Malang

Senja baru saja menepi
Menenggelamkan wajahmu diufuk kerinduan
Menyembunyikan wajahmu pada gelap yang sepi

Aku menyalakan lilin-lilin kecil di lorong-lorong hatiku
Menyingkap pekat yang menyelimuti
Meraba wajahmu pada remang bayangan cahaya lilin

Kasih, aku ingin menjadi lentera dalam hidupmu
Aku tidak ingin gelap menyelimuti cantiknya wajahmu
Aku tidak ingin malam merenggut senyummu

Aku akan memastikan lilin-lilin itu tetap menyala
Hingga fajar menyingsing
Cahaya mentari menerpa wajahmu

Aku akan biarkan lilin-lilin kecil itu menyala
Hingga tak tersisa lagi

Aku adalah lilin kecil yang malang itu, kasih
Yang kehilangan pesonanya
Saat mentari menyapa wajah ayu mu

Biarlah aku meleleh hingga tak tersisa lagi
Asalkan malammu tak pernah gelap

Aku menyerah,
Sebab cahaya mentari lebih menarik dari lilin kecil
Seperti cintaku yang kalah
Karena engkau memilih dia dengan pesonanya

Biarlah, aku terbakar habis
Bersama rasa dihatiku.

Bekasi, 05 Desember 2015

Sabtu, 24 Oktober 2015

Asap

Entah sudah berapa lama kami tak melihat matahari.
Yang jelas sudah lama, bahkan sampai kami lupa seperti apa cahaya matahari
Entah sudah berapa lama kami tak pernah melihat langit biru.
Yang jelas sudah sangat lama, bahkan kami ragu masihkah langit berwarna biru?

Sebab, kemanapun kami memandang hanya terlihat kegelapan
Gelap yang menyelimuti tak lagi menentramkan sebagaimana malam
Gelap yang kami rasakan adalah kepedihan mata dan keperihan hati.
Asap telah menyelimuti negeri ini, begitulah yang tersiar di surat kabar dan televisi
Tapi, kami tak pernah percaya pada surat kabar dan televisi.

Entah,apakah kami masih harus percaya pada jam dinding
Sebab, kemanapun jarum melangkah tak pernah ada perubahan--tetap saja gelap.
Persis seperti pemerintahan yang hanya bual janji tapi tak pernah ada perubahan.

Mereka bilang ini bencana.
Kenyataannya ini adalah rencana.

Seperti pepatah:
Tak ada asap kalau tak ada api
Tak ada api kalau tak ada yang membakar
Tak ada yang membakar kalau tak ada oknum
Tak ada oknum kalau masih ada hukum

Asap bukan hanya menyembunyikan tanah kami
Tapi juga menyembunyikan keborokan penguasa dan pengusaha
Asap bukan hanya menyelimuti tanah kami
Tapi juga menyelimuti para penegak hukum yang tertidur pulas
Asap bukan hanya menumbuhkan solidaritas diantara sesama
Tapi juga menumbuhkan sawit-sawit sesudahnya

Mereka bukan hanya membakar hutan-hutan
Tapi mereka juga menyulut kemarahan

Sebelum kami benar-benar mati karena asap
Semoga Tuhan masih menyisakan ampunan kepada kita semua

Biarkan doa-doa menembus langit menyingkirkan asap meski terbatuk-batuk.

Kamis, 15 Oktober 2015

Untukmu Yang Berbahagia

Untuk sahabat yang tak pernah tamat

Pada jejak-jejak langkah yang basah
Pada jejak-jejak waktu yang bisu
Satu per satu kenangan telah tumpah ruah
Terikat dalam bingkai masa lalu

Pada setiap denting waktu yang berlalu
Pada setiap detik yang mencekik
Selalu ada asa yang tersisa
Selalu ada harap yang lenyap

Mari sejenak tundukan kepala
Atas semua karunia usia

Penyesalan tak harus memupus harapan
Selalu ada penyesalan yang mengiringi langkah sang waktu
Namun, bukan berarti harapan harus terkubur dengan sesal masa lalu

Usia adalah karunia
Begitulah kata bijak bestari
Tua adalah pasti namun dewasa adalah pilihan
Begitu pula kata bijak bestari

Teruntuk dirimu yang akan membuka lembar baru
Semoga lembaran itu bercerita tentang kebahagiaan
Teruntuk dirimu yang sedang menatap harapan dicermin kehidupan
Semoga selalu ada senyum indah yang menatapmu dari cermin

Lembaran lama jangan pernah terlupakan
Sebab disana kita belajar kearifan dari guru kehidupan
Cermin lama usah dibuang
Sebab disana kita belajar keteladanan dari cermin diri yang telah usang

Kata-kata memang bukan kado terindah
Sebab dia pernah berdusta
Tapi puisi selalu jujur
Tentang apa kata hati

Sebait harapan akan kebaikan
Di usiamu yang bertambah dewasa
Seperti puisi yang tak pernah mati
Semoga kebahagiaanmu pun demikian

Selamat mengulang tahun
Selamat menyulam harapan

Bogor, 14 Oktober 2015