Rabu, 27 Januari 2016

Bayang-Bayang Penyesalan

Rasanya, sudah terlalu lama aku tidak pernah lagi mengeja Alif Ba Ta
Meski dengan terbata-bata
Lalu, apakah yang kan kubanggakan saat esok menutup mata?

Rasanya, sudah terlalu lama aku tidak lagi meniti ayat demi ayat dibalik surat-surat
Meski tak terlalu mengerti apa yang sesungguhnya tersirat
Lalu, apakah yang kan menemaniku saat nyawa terlepas dari kandungan hayat?

Rasanya, sudah terlalu lama air mata ini tak pernah jatuh menangisi dosa-dosa
Bahkan hanya tawa yang mendendangkan dosa-dosa

Aku telah lupa, kapan terakhir hati  ini khusu
Merajuk, merayu,
Dia Yang Maha Cinta
Dia Yang Maha Kasih
Dia Yang Maha Penyayang

Berbahagialah orang yang selalu taat
Berbahagialah orang yang berpuasa
Berbahagialah orang yang shalat malam
Berbahagialah orang yang melantunkan ayat-ayat suci
Berbahagialah orang yang matanya selalu basah sebab menangisi dosa-dosa

Oh, Tuhan
Celakalah diri ini

Jika Engkau hanya mengasihi orang yang taat
Lalu, siapa yang akan mengasihi diri ini yang selalu durhaka?
Jika Engkau hanya hanya mengasihi orang yang berpuasa
Lalu siapa yang akan mengasihi diri ini yang sering membangkang perintahMu?
Jika Engkau hanya mengasihi orang yang shalat malam
Lalu, siapa yang akan mengasihi diri ini yang selalu lalai?
Jika Engkau hanya mengasihi orang yang selalu melantunkan kalamMu
Lalu, siapa yang akan mengasihi diri ini yang tak pernah menyentuh kalam suciMu?
Jika Engkau hanya mengasihi orang-orang yang selalu mengingat dosa-dosanya
Lalu, siapa yang akan mengasihi diri ini yang selalu menipuMu dengan taubat palsu kami?

Oh, Tuhan.
Celakalah diri ini
Andai Tuhanku bukan Yang Maha Penyayang
Andai Tuhanku bukan Yang Maha Pengampun
Yang ampunannya selalu datang sebelum murkanya

Ada desir angin kerinduan
Pada masa yang silam
Saat diri yang polos

Belajar mengeja Alif Ba Ta
Belajar mengaji nun mati

Ternyata, langkah ini sudah terlalu jauh dari jalan yang lurus
Ternyata, perahu ini sudah terlampau jauh dari tepian Kemurahan dan RahmatMu
Ternyata, aku merindukan cahaya itu
Cahaya yang kan menuntunku padaMu

Selasa, 26 Januari 2016

Seharusnya

Seharusnya...
Aku tak merisaukan sunyi yang menggerayangi malam
Saat matahari tumbang di ufuk pembaringan
Sebab, aku telah terbiasa bersahabat dengan sunyi
Bukankah hatiku juga telah menjadi sunyi saat menatap punggungmu terakhir kali?

Seharusnya...
Aku tak merasakan sepi yang merayapi gelap
Saat derik suara jangkrik mengantarkan bulan pada singgasananya
Sebab, aku telah lama berteman sepi
Bahkan sejak terakhir aku melihat senyum di bibirmu

Seharusnya...
Aku tidak meracau seperti ini
Aku tidak harus mengigau mengharapkan kau kembali pada hatiku

Seharusnya...
Aku memahami bahwa dirimu hanyalah bagian masa laluku yang bisu
Yang hanya sesekali saja bisa ku pandang di dinding hati
Dalam bingkai kenangan

Seharusnya...
Aku telah mampu melupakanmu
Yang juga telah melupakanku
Tapi, aku selalu berpura-pura tak mampu melupakanmu
Hanya agar engkau tahu bahwa sebenarnya aku belum mampu melupakanmu

Seharusnya...
Kenangan yang terjalin diantara kita
Kau bawa juga pergi bersama langkahmu
Agar aku tak tersiksa
Merindui dirimu yang tak merinduiku

Seharusnya...
Puisi ini pun tak harus tercipta
Sebab hanya akan mengorek kembali luka di kedalaman hatiku

Senin, 25 Januari 2016

Ini Hanya Tentang Kenangan

Hujan pertama telah turun
Menyirami wajah bumi yang kerontang
Membasahi ladang ladang yang gersang
Juga membasuh dahaga kerinduanku padamu

Hujan pertama telah tumpah
Menusuk-nusuk dedaunan
Menikam bebatuan
Juga membasuh luka yang belum sempat mengering

Sayang, dimanakah kau kini?
Apakah engkau merasakan apa yang aku rasakan saat hujan pertama turun?

Ini bukan sajak tentang hujan,
Melainkan rintih kerinduan

Adakah engkau telah melupakan
Kebersamaan yang pernah kita rasakan

Di pojok sebuah ruangan
Di hujan pertama beberapa tahun silam

Kita pernah sama-sama menikmatinya
Kita pernah sama-sama merayakannya
Kita pernah sama-sama meresapinya

Di hujan pertama beberapa tahun silam
Dibawah temaram lampu-lampu

Kita pernah berbagi kenikmatan
Mencari surga kita berdua
Hanya berdua

Kita pernah merayakan cinta kita
Bergumul dengan peluh kita yang menyatu
Hanya berdua

Kita pernah meresapinya
Saat raga kita seolah menyatu
Hanya berdua

Masihkah kau ingat itu, sayang?

Pada hujan pertama beberapa tahun silam

Aku sudah lupa dengan suara hujan malam itu
Tapi, aku masih ingat desah nafasmu
Aku masih hafal eranganmu

Ini bukan sajak tentang hujan
Ini hanyalah tentang kenangan
Yang selalu kurindukan terulang